Tanjung bira terkenal dengan pantai pasir putihnya yang cantik dan menyenangkan. Airnya jernih, baik untuk tempat berenang dan berjemur. Matahari terbit dan terbenam dengan cahayanya yang berkilau pada hamparan pasir putih sepanjang puluhan kilometer. (more…)
Oleh: Ahmad Yunus
Bagaimana rasanya meninggalkan daratan Kalimantan? Rasanya campur aduk. Satu sisi senang karena telah selesai melewati daratan Kalimantan. Sisi lain, perjalanan ekspedisi Zamrud Khatulistiwa belumlah tamat sampai di sana. Bahkan boleh dibilang, ini titik awal untuk memasuki etafe perjalanan berikutnya: kawasan Indonesia Timur. Kawasan kepulauan yang jumlahnya jauh lebih banyak ketimbang di Indonesia bagian barat. (more…)
Oleh: Ahmad Yunus
Ada hal lain yang menyenangkan dalam perjalanan ekspedisi Zamrud Khatulistiwa. Kita bertemu dengan banyak wartawan, mahasiswa, blogger, aktivis lingkungan, hingga komunitas film dan buku. Mulai dari Lampung, Padang, Aceh, Medan, Pontianak hingga Makassar. Mereka membantu perjalanan kami. Menyediakan tempat untuk menginap hingga memberi informasi soal pulau yang hendak kami liput. (more…)
Hari ini, Tim Ekspedisi Zamrud Khatulistiwa akan melanjutkan perjalanan di wilayah timur nusantara. Saat ini di Makasar tengah menyusun jadwal dan menyesuaikan agenda dengan jadwal pelayaran. (more…)
Oleh Ahmad Yunus
Di malam pergantian tahun baru di Makassar, saya terkejut ketika membaca sebuah berita di harian Fajar, 31 Desember 2009. Ini berita kriminal yang terjadi di Enrekang. Judulnya “Wisatawan Inggris Dicopet di Atas Bus”. Berita ini dilengkapi dengan foto.
Si wisatawan terlihat panik di ruang pelayanan reserse polisi Enrekang. Namanya, Lewis Camron. Usianya 23 tahun. Ia kehilangan dompet. Isinya uang tunai USD 50, 50 dolar Singapura, dan 500 ribu rupiah. (more…)
Oleh Eko Rusdianto, Makassar
Badannya tak kekar. Kalau jalan tak tegap, bila ingin membaca harus menggunakan kaca mata. Dia itu wartawan Pena Indonesia, mantan Redaktur Pelakasana Majalah TEMPO, pernah meliput perang Bosnia tahun 1992 untuk harian Republika. Namanya Farid Gaban. (more…)
Oleh Ahmad Yunus
Kapal kayu milik Turisi tersendat-sendat. Air laut surut. Lumpur menghalangi laju kapalnya. Mesin menderu. Baling kapal mencakar lumpur. Ia baru saja pulang dari Tawau, Malaysia. Belanja kebutuhan sehari-hari. Mulai dari gula, beras, ayam kampung, hingga bibit tanaman.
Kapalnya menyusuri perbatasan antara Malaysia dan Indonesia di Pulau Sebatik. Pekarangan Malaysia di Sebatik hanya ditumbuhi dengan bakau. Tak terlihat bangunan rumah. Apalagi kehidupan yang meramaikannya. Tak ada pancang yang mengibarkan bendera Malaysia. Apalagi menaruh tentaranya untuk menjaga pertahanan perbatasan. (more…)
Oleh Ahmad Yunus
Anwar duduk sendirian di atas sampan. Memakai topi lusuh menghindari dari sengatan matahari. Tangannya terampil memasang bibit rumput laut pada seutas tali yang membentang. Air laut merayap tenang. Dia memiliki sekitar 20 tali dengan panjang sekitar 100 meter. Sekali panen bisa menghasilkan sekitar satu ton rumput laut basah. Dua tahun sudah ia menanam rumput laut.
“Hasil dari penjualannya lumayan. Tidak repot mencari pembeli,” katanya. Harga satu kilogram rumput laut kering di Teluk Lombok, Sangatta, Kalimantan Timur sekitar 7.500 rupiah. Harga basahnya cuma dua ribu rupiah. Di Teluk Lombok ada sekitar 100 orang lebih pembudidaya rumput laut. (more…)
Sepedamotor Zamrud Khatulistiwa menyeberangi Tanjung Selor - Tarakan dengan speedboat, satu-setengah jam perjalanan.
Ornamen Suku Dayak pada sebuah bangunan terbangkalai pinggir jalan antara Tanjung Redeb dan Tanjung Selor, Kalimantan Timur.