Medan Tempur Indonesia Timur
Posted by in CatatanOleh: Ahmad Yunus
Bagaimana rasanya meninggalkan daratan Kalimantan? Rasanya campur aduk. Satu sisi senang karena telah selesai melewati daratan Kalimantan. Sisi lain, perjalanan ekspedisi Zamrud Khatulistiwa belumlah tamat sampai di sana. Bahkan boleh dibilang, ini titik awal untuk memasuki etafe perjalanan berikutnya: kawasan Indonesia Timur. Kawasan kepulauan yang jumlahnya jauh lebih banyak ketimbang di Indonesia bagian barat.
Satu-satunya bekal pengetahuan saya tentang Indonesia Timur adalah Nusa Tenggara Timur. Pada tahun 2008 hingga awal 2009, saya bekerja dan tinggal di Pulau Flores. Sempat melakukan perjalanan ke Kupang, di Pulau Timor hingga Pulau Alor. Pengalaman ini sangat membekas. Saya senang melihat kehidupan di sana. Kota kecil menghadap laut. Berkenalan dengan banyak pastor. Hingga terlelap di bawah pohon mete di Larantuka.
Saya tinggal di Ende dan Maumere. Bekerja menjadi editor dan menulis untuk koran kecil, Flores Pos. Bikin diskusi hingga pelatihan untuk wartawan Flores dan Kupang. Saya membayangkan mungkin kawasan lain di Indonesia Timur tak jauh berbeda dengan di Flores. Namun ini hanya asumsi saya dan bisa saja salah.
Tapi ini kesempatan emas. Dan saya ingin mempelajari lebih dalam tentang Indonesia Timur. Mulai dari kepulauan Takabonerate, Wakatobi hingga Sangihe dan Talaud di Sulawesi. Sampai kepulauan Maluku, Banda Naira, Arafuru hingga Merauke di Papua. Perjalanan yang sangat panjang. Dan saya yakin ini adalah tantangan yang sangat berbeda. Dibandingkan saat melewati kawasan Indonesia bagian barat.
Saya tahu sedikit tentang kepulauan ini dari bacaan, berita dan melihat peta. Untuk perjalanan sejauh itu, tentu saja informasi ini tak cukup. Farid Gaban-rekan Zamrud Khatulisitwa juga sama persis dengan saya. Kami berdua mengandalkan informasi dari jaringan wartawan lokal dan aktivis lembaga swadaya masyarakat. Sebelum berangkat kami mengumpulkan banyak informasi dan kontak dari jaringan perkawanan ini.
Perjalanan ini masih fokus dengan tema yang sama. Kehidupan dan alam pesisir- kepulauan. kami akan melakukan reportase dari satu pulau ke pulau lainnya. Menggunakan ferry hingga kapal nelayan.
Paling sulit membahas persoalan teknis, agenda perjalanan, dan budget perjalanan. Tema sepanjang masa dalam genre perjalanan. Dan paling ruwet untuk pejalan superkere seperti kami.
Saat ini, kami tak lagi menggunakan sepeda motor. Ada beberapa alasan. Pertama, perjalanan sekarang akan melihat pulau jauh lebih banyak ketimbang perjalanan sebelumnya. Kedua, kemungkinan besar kami akan banyak menggunakan kapal nelayan. Karena kapal feri tak menjangkau pulau-pulau kecil. Dan jalurnya sudah ditentukan. Kapal nelayan bisa menjangkau pulau kecil. Ini sisi baiknya.
Namun ada soal lain tak membawa motor. Kami terpaksa membawa semua bawaan yang biasanya ditaruh di motor. Dan ini cukup berat. Untuk sekedar beli rokok maupun makanan terpaksa naik taksi! Di Makassar kami tak menemukan angkutan kota yang melayani banyak jurusan.
Rencananya, motor trail akan kami gunakan ketika di Flores nanti. Motor akan dikirim langsung dari Makassar menuju Maumere. Dan kami gunakan hingga ke Jawa nanti.
Bagaimana menyusun agenda perjalanan? Kami mengikuti patokan dengan jalur feri maupun kapal dari Pelni. Target perjalanan Indonesia Timur hingga akhir April atau pertengahan Mei. Mudah-mudahan cukup hingga ke Jawa. Namun ini sekedar target. Kondisi di lapangan mungkin lain. Tema-tema penting juga sudah kami siapkan. Indonesia Timur kaya dengan sejarah dan budaya. Kami juga sudah mengantongi pulau-pulau yang hendak kami lihat.
Banyak orang yang bertanya soal budget perjalanan Zamrud Khatulistiwa. Dapat sponsor dari mana? berapa besar? kami malu untuk mengatakan. Namun kami cukup bilang, ini perjalanan fakir miskin. Kerennya, liputan ala backpacker. Kalau ada budget besar tak mungkin kami menggelandang. Bawa alat masak, tenda, hingga kantong tidur yang sudah bau tengik.
Isi dompet sangat menentukan perjalanan. Keliling Indonesia dan melakukan reportase panjang makan biaya besar. Kami harus kompromi dengan keadaan ini. Farid Gaban kerja keras mencari bensin untuk menggerakkan perjalanan ekspedisi Zamrud Khatulistiwa. Ini yang membuat ekspedisi semakin panjang. Dan terlambat dari jadwal yang sudah kami susun.
Kami tetap kerja keras dan tengah menyusun laporan perjalanan. Memperbaiki dan melengkapi hasil reportase dari pulau-pulau. Sambil terus mencatat dan menyelesaikan perjalanan berikutnya.
Banyak pelajaran penting dari perjalanan sebelumnya. Dan ini bekal untuk melanjutkan perjalanan hari ini. Namun kami tetap ingat, setiap perjalanan adalah sesuatu yang baru. Tantangannya selalu berbeda. Namun jelas, sekarang kondisi emosi kami jauh lebih siap dan matang.
Kami sudah mulai bergerak meninggalkan Makassar. Eko Rusdianto, Sartika Nasmar dan Adam Djumadin ikut mengantar kami hingga Bira. Melakukan liputan soal petani rumput laut. Dan diskusi soal jurnalisme dan reportase. Mereka wartawan muda yang tiap hari bekerja di Makassar.
“Isu petani rumput laut tak pernah jadi liputan utama media. Untuk itu kami liput, ” kata saya.
“Begini cara kami melakukan liputan dalam perjalanan,” kata Farid Gaban.
Eko Rusdianto, kontributor majalah Gatra, tertarik dengan cara kami melakukan reportase. Ia akan mengusulkan dan menulis soal isu rumput laut di Gatra.
Perjalanan dari Makassar hingga Bira butuh waktu sekitar enam jam lebih. Kami berangkat jam 11 siang dan tiba di Bira jam 18.00. Jalan gelap namun aspalnya terbilang mulus. Jalan santai. Beberapa kali istirahat untuk minum kopi dan makan siang. Menikmati kuliner khas Makassar, coto konro dan ikan bandeng bakar. Mampir di pinggir pantai dan menghitung gerombolan burung Bangau di atas langit.
Di Bulukumba-Bira juga terdapat tempat pembuatan perahu tradisional Pinisi. Ini kapal kayu menggunakan kapal layar. Rencananya kami akan melihat dan meliput soal pinisi. Ini salahsatu materi penting untuk melihat peradaban masyarakat pesisir Bugis dalam bidang teknologi kapal dan pengetahuan berlayar. Kemampuan mereka terkenal hingga dunia internasional. Bahkan mengundang banyak penelitian akademis.
Dari Bira, saya dan Farid Gaban akan melanjutkan perjalanan ke Pulau Selayar. Dan lanjut ke Taka, Bone dan Rate. Ini salahsatu kawasan taman nasional laut. Kawasan karang atol ketiga terbesar di dunia. Banyak hal yang akan kami tulis dan dokumentasikan. Kekaguman pertama kami di gerbang Indonesia Timur.***
You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 You can leave a response, or trackback.
Kalian selalu bikin iri. Meski mengatakan tak banyak dana yang menggerakkan kalian, tetap saja, tak banyak orang yang berkesempatan melakukannya. Bagi saya, kalian jauh lebih indonesia daripada tentara yang ikut penataran P4 sampai hapal UUD di luar kepala!
aku salut dengan semangat yang dimiliki teman-2 tim Ekspedisi Zamrud Khatulistiwa (Kang Farid dan Kang Yunus)……
minta catper dong, aku mau berangkat ke makassar untuk kerja tapi HARUS mampir ke selayar, syukur-syukur bisa ke takabonerate….lebih bersyukur lagi kalo bisa ke wakatobi