Header image

Oleh Ahmad Yunus

Sabtu pagi (13/03). Awalnya saya dengan puluhan penumpang lainnya adalah asing. Tak saling mengenal satu sama lainnya. Keadaan dan perjalanan akhirnya membuat kami menjadi akrab. Saling bertegur sapa. Berbagi senyuman. Rokok hingga makanan ala kadarnya.

Awalnya saling menjaga barang bawaan masing-masing. Waspada ada pencopet dan maling. Tapi lama-lama penumpang saling menjaga dan mengingatkan. Tapi saya tahu keakraban ini hanya sementara. Ujungnya, kami akan berpisah dan mengutuk keadaan selama di kapal. (more…)

Oleh Ahmad Yunus

Dua hari perjalanan dari Bira menuju Bau-bau. Naik kapal feri satu malam. Kemudian dilanjutkan naik speedboat menuju Bau-bau. Laut begitu tenang sepanjang perjalanan. Angin kuat yang berlangsung pada musim barat tak muncul. Seperti ketika perjalanan di Takabonerate. Angin dan ombak mengocok kapal.

Bau-bau, Pulau Buton berdetak. Banyak kapal dagang. Kami tiba menjelang sore hari. Seorang kenalan baru mengajak kami keliling Bau-bau. Jalan mulus. Naik ke puncak menuju Benteng Keraton Buton. Bentengnya rapi. Terbuat dari bebatuan karang. Benteng ini dibuat pada abad ke 16 dibawah Sultan Wolio. Dari benteng bisa melihat pemandangan Bau-bau. Hamparan laut dan deretan kapal. (more…)

Salah satu lokasi penyelaman terbagus di Wakatobi, di selat antara Pulau Kaledupa dan Pulau Hoga.

(more…)

Ada dua dive-center utama di Wakatobi. Yang satu Wakatobi Dive Resort, sangat eksklusif milik orang Swiss. Yang kedua dioperasikan oleh Operation Wallacea dan dijalankan oleh warga lokal, para tamu menginap rumah milik penduduk. Kami memilih dan mendukung yang kedua.

(more…)

Oleh Ahmad Yunus

Klakson feri di Pelabuhan Bira menyalak. Kami bergegas masuk. Truk dan beberapa bis terlihat di dalam perut feri. Ombak terasa kuat. Beberapa kali badan feri terasa bergetar. Angin pada musim barat terasa kuat. Sekitar dua jam berlayar. Akhirnya, kami tiba di Pelabuhan Pamatatta, Pulau Selayar,

Penumpang dan kendaraan muntah dari perut feri. Selayar tengah memperluas dan memperbaiki fasilitas pelabuhan ini. Dermaga tampak segar. Bantalan karet penahan kapal masih empuk. Pelabuhan ini titik keluar-masuk barang dan penumpang dari Selayar maupun dari Bira. Pelabuhannya memiliki dua dermaga. Tak banyak kegiatan di pelabuhan selain keluar-masuk kapal feri. Kapal-kapal tradisional milik nelayan maupun pengangkut barang terlihat bersandar. (more…)

(more…)

Oleh: Ahmad Yunus

Jarak dari Jinato ke Rajuni tak terlalu jauh. Kapal bisa menempuhnya sekitar satu setengah jam. Namun angin kencang dan arus ombak terasa kuat. Membuat kapal setengah mati melibasnya. Kami menempuhnya sekitar dua jam. Ombak naik turun. Kami duduk di atas atap kapal. Memegang kuat untuk menjaga tumpuan tubuh. Kapal melawan arus. Cipratan air laut sempat mengenai kamera digital yang dipegang oleh Farid Gaban.

Kami berangkat dari Jinato pada pukul 10.00 pagi hari. Setelah air laut sedikit pasang. Dan tiba di Rajuni sekitar pukul 12.30. Terik matahari sangat keras. Rajuni seperti pulau lainnya di kawasan Takabonerate. Memiliki pasir putih dan laut di bibir pantai yang jernih. Di sini rumah warga tampak lebih padat ketimbang di Jinato. Ada dua suku yang mendiami pulau ini. Suku Bugis dan Bajoe. Bajoe adalah suku pengembara. Mereka tinggal di atas perahu. Dan menjalankan kehidupannya di atas laut. (more…)